Senin, 08 Februari 2010

Sinyal Telinga

dari milis Fahima, 9 feb 2010

Dengarlah "Sinyal" Telinga Anda




Posisi telinga yang agak tersembunyi membuat banyak orang lupa untuk memperhatikannya, sementara jerawat di pelupuk mata kerap dianggap menjadi masalah yang lebih penting. Tahukah Anda, kebiasaan sehari-hari, seperti mendengar musik lewat earphone, meniup hidung saat flu, atau membersihkan telinga dengan kapas, berpotensi mengganggu kesehatan pendengaran? Simak 5 sinyal dari telinga di bawah ini, yang pertanda pendengaran Anda sedang bermasalah. 

1. GATAL PADA LIANG TELINGA
Rasa gatal merupakan gejala awal adanya peradangan pada liang telinga atau kerap disebut swimmer’s ear. Kondisi ini biasanya muncul akibat kebiasaan mengorek liang telinga terlampau sering. Bukannya mengurangi gatal atau membuat liang telinga bersih, melainkan justru membuatnya rentan terhadap infeksi bakteri maupun jamur.

Menurut dr. Harim Priyono, Sp. THT-KL, pada sepertiga liang telinga luar terdapat lapisan serumen (earwax) yang berfungsi untuk menjaga tingkat keasaman area tersebut. Jika serumen ini sampai menipis atau terdesak terlampau dalam, kondisi liang menjadi basa. Akibatnya, liang telinga mudah lembap dan jamur pun tumbuh subur. 

Selain gatal, penderita swimmer’s ear biasanya juga merasa sakit telinga saat mengunyah, kualitas pendengaran menurun, dan nyeri saat tonjolan di depan liang ditekan atau daun telinga ditarik. Hal ini terjadi karena kondisi liang menjadi sempit akibat peradangan. 

Agar terhindar dari masalah yang satu ini, hindari kebiasaan menggunakan sabun untuk membersihkan telinga. Karena, hal ini dapat mengganggu tingkat keasaman liang telinga dan meningkatkan kemungkinan infeksi jamur. Demi menjaga telinga tetap kering, usai mandi atau berenang pastikan Anda memiringkan kepala untuk memudahkan air mengalir keluar. 

Dokter Harim juga tak menyarankan siapa pun untuk membersihkan liang telinganya sendiri. “Saat membersihkan, otomatis kita tidak bisa melihat ke dalam telinga, padahal panjang liang normalnya hanya 2,5 cm. Itu pun bagian terluar saja yang perlu dibersihkan. Sehingga, risiko mengorek terlampau keras atau terlalu dalam cukup tinggi,” ujarnya. Jika ingin memastikan liang telinga benar-benar bersih, periksakan diri ke dokter spesialis THT secara berkala. 

2. KELUAR CAIRAN
Ada dua jenis cairan yang keluar dari telinga. Jika cairan yang mengalir encer dan bening, biasanya berasal dari peluh luka yang terdapat pada kulit liang telinga. Namun, bila cairan yang keluar bersifat lengket atau kental, maka sumbernya berasal dari infeksi di belakang gendang telinga atau disebut juga dengan infeksi telinga tengah.

Pemicu utamanya adalah flu, sinus, dan radang tenggorokan. Saat terserang flu, tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan bagian belakang rongga hidung, membengkak. Padahal, salah satu guna tuba ini untuk menjaga tekanan udara pada telinga tengah agar sama dengan tekanan udara di luar. Fungsinya yang terganggu menyebabkan telinga bagian tengah tertekan, dan gendang telinga tersedot ke dalam. Inilah yang menimbulkan rasa nyeri. Selain itu, infeksi telinga tengah juga bisa menimbulkan demam, rasa mual, dan hilang nafsu makan.

Dalam usaha untuk menyeimbangkan tekanan udara tersebut, lendir yang terkumpul di belakang rongga hidung ikut masuk ke belakang gendang telinga. Akibatnya, bagian ini terpapar kuman, dan terjadilah pembengkakan. Dalam keadaan terdesak seperti ini, gendang telinga menjadi tipis dan akhirnya pecah. 

Jika pecahan gendang telinga tidak terlalu besar dan pengobatan sudah sesuai petunjuk dokter, kondisi gendang telinga bisa pulih dengan sendirinya. Namun, bila dibiarkan hingga dua bulan atau lebih, infeksi yang telanjur buruk akan membuat gendang telinga hanya dapat dibenahi lewat tindakan medis.

Tidak ingin telinga ikut terkena imbas infeksi akibat flu? Cobalah untuk tidak meniup hidung terlampau keras saat hendak membuang lendir. Pasalnya, saat meniup hidung, tekanan di rongga hidung belakang ikut bertambah. Udara masuk ke telinga bagian tengah dan mendorong gendang. Makin kuat tekanan, makin kuat pula gendang telinga terdesak. Ajarkan pula pada buah hati Anda cara membuang lendir yang benar.

3. TERASA TERTEKAN ATAU PENUH
Telinga yang terasa penuh kerap terjadi akibat perubahan tekanan udara di antara telinga di bagian tengah dengan udara luar. Sering kali keluhan ini muncul saat bepergian dengan pesawat terbang atau saat menyelam dalam air. Perubahan tekanan udara yang ekstrem secara mendadak menyebabkan keterlambatan penyesuaian tekanan udara di telinga tengah. 

Dalam kondisi ringan, telinga terasa penuh untuk sesaat saja. Namun, dalam kondisi ekstrem, gendang telinga dapat terdorong hingga pecah, atau telinga bagian tengah terisi lendir. Biasanya ini terjadi pada mereka yang sedang menderita flu, sinus, dan radang tenggorokan. Maka dari itu, tidak disarankan untuk menyelam atau bepergian dengan pesawat terbang, saat Anda mengidap salah satu dari ketiga penyakit tersebut. 

Untuk mengatasi rasa penuh (dalam kadar ringan), lakukan gerakan menelan ketika pesawat lepas landas. Saat menelan, Anda mengambil udara dari telinga bagian tengah. Sewaktu lepas landas, tekanan udara di telinga memang lebih besar dari udara di kabin pesawat, sehingga kondisi gendang telinga yang mengembang bisa dinormalkan kembali dengan menelan. 

Namun, saat hendak mendarat, gerakan yang lebih efektif adalah meniup lewat teknik falsafa. Caranya, pencet hidung dan katupkan bibir Anda sembari melakukan gerakan seperti meniup balon sampai telinga kembali terasa plong. Gunanya untuk menyeimbangkan kembali tekanan udara di telinga, dari yang tadinya lebih rendah dari tekanan udara di kabin pesawat.

4. BERDENGUNG
Hati-hati bila telinga Anda sering berdengung tanpa ada sumber suara yang jelas. Jika diabaikan, kondisi ini bisa menyebabkan stroke saraf telinga. Dengung pada telinga, atau tinnitus, bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala adanya gangguan pada saraf telinga. Gangguan ini menyebabkan sel-sel rambut di telinga tetap menghantarkan aliran listrik ke otak tanpa adanya rangsangan getar suara. 

Tinnitus muncul akibat paparan volume tinggi dalam jangka waktu lama, infeksi telinga, serta benturan atau cedera di kepala. Namun, jika terus-menerus terjadi, telinga berdengung adalah pertanda awal dari stroke saraf telinga atau disebut juga ‘tuli mendadak’. 

Penderita diabetes, hipertensi, kadar kolesterol tinggi, penyakit pengentalan darah atau stres berat adalah kelompok paling rentan terkena serangan ini. Pasalnya, penyakit-penyakit tersebut menyebabkan pembuluh darah pada organ koklea dalam telinga terganggu, sehingga suplai darah dan oksigen di wilayah ini berkurang. 

Gejala stroke saraf telinga lain adalah pendengaran yang berkurang dan vertigo (sensasi berputar yang menyebabkan tubuh hilang keseimbangan) . Bila aliran pembuluh darah di koklea tidak segera diperbaiki, risikonya tuli permanen. Karena, kerusakan pada koklea tak bisa diperbaiki atau disembuhkan. Maka dari itu, dr. Harim menyebutkan, dua minggu adalah golden period untuk mengembalikan pasokan darah dan oksigen ke organ koklea. 

5. TULI SESAAT
Jika Anda hobi mendengarkan lagu dengan volume tertinggi, atau selalu berada di tengah suasana bising, saatnya untuk lebih menyayangi telinga Anda. Tuli yang Anda rasakan sesudahnya, bisa jadi hanya berlangsung sementara. Anda tidak kehilangan kemampuan mendengar sepenuhnya, hanya ketajamannya yang berkurang. Namun, hal ini sebaiknya tak disepelekan, karena merupakan pertanda kelelahan pada sel-sel rambut yang bertugas sebagai pengantar suara. 

Seperti halnya mata, telinga pun bisa kelelahan jika digunakan secara berlebihan. Dalam keadaan bising terus-menerus, sel-sel rambut tidak sempat memulihkan diri, dan timbullah kerusakan pendengaran. Dokter Harim menyebutkan, batas maksimal volume yang diperbolehkan bagi pendengaran sehat adalah 60% dari kapasitas volume pada alat. Dalam kondisi tersebut, lama waktu mendengar yang paling aman adalah 1 jam. Sesudah itu, telinga perlu diistirahatkan dari suara bising selama 30 hingga 60 menit untuk mengembalikan fungsi sel rambut menjadi normal.

Penggunaan earphone juga perlu diperhatikan. Karena 100% energi suara pada earphone disalurkan langsung ke liang telinga, sehingga intensitasnya lebih tinggi ketimbang speaker biasa. Kalaupun sulit berpisah dari alat yang satu ini, sebaiknya batasi penggunaannya, jangan terlampau lama mendengarkan lewat earphone.

Penulis: Niken Wastu Mahestri, Kontributor

[Dari femina 44 / 2009]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar