Sabtu, 27 Agustus 2011

Catatan H28: Keutamaan Sholat Sunnah

Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib
(http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/keutamaan-shalat-sunnah-rawatib.html)

Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّى لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلاَّ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَوْ إِلاَّ بُنِىَ لَهُ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ. قَالَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ فَمَا بَرِحْتُ أُصَلِّيهِنَّ بَعْدُ

Seorang hamba yang muslim melakukan shalat sunnah yang bukan wajib, karena Allah, (sebanyak) dua belas rakaat dalam setiap hari, Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah (istana) di surga.” (Kemudian) Ummu Habibahradhiyallahu ‘anha berkata, “Setelah aku mendengar hadits ini aku tidak pernah meninggalkan shalat-shalat tersebut.” [1]

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan shalat sunnah rawatib, sehingga Imam an-Nawawi mencantumkan hadits ini sebagai hadits yang pertama dalam bab: keutamaan shalat sunnah rawatib (yang dikerjakan) bersama shalat wajib (yang lima waktu), dalam kitab beliau Riyadhus Shaalihiin. [2]

Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:

1. Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang dikerjakan sebelum dan sesudah shalat wajib lima waktu. [3]
2. Dalam riwayat lain hadits ini dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dan memerinci sendiri makna “dua belas rakaat” yang disebutkan dalam hadits di atas[4], yaitu: empat rakaat sebelum shalat Zhuhur[5] dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah Magrib, dua rakaat sesudah Isya’ dan dua rakaat sebelum Subuh[6]. Adapun riwayat yang menyebutkan: “…Dua rakaat sebelum shalat Ashar”, maka ini adalah riwayat yang lemah[7] karena menyelisihi riwayat yang lebih kuat yang kami sebutkan sebelumnya. [8]
3. Keutamaan yang disebutkan dalam hadits di atas adalah bagi orang yang menjaga shalat-shalat sunnah rawatib dengan melaksanakannya secara kontinyu, sebagaimana yang dipahami dan dikerjakan oleh Ummu Habibahradhiyallahu ‘anha, perawi hadits di atas dan demikian yang diterangkan oleh para ulama[9].
4. Jika seseorang tidak bisa melakukan shalat sunnah rawatib pada waktunya karena ada udzur (sempitnya waktu, sakit, lupa dan lain-lain) maka dia boleh mengqadha (menggantinya) di waktu lain[10]. Ini ditunjukkan dalam banyak hadits shahih. [11]
5. Dalam hadits ini terdapat peringatan untuk selalu mengikhlaskan amal ibadah kepada Alah Ta’ala semata-mata.
6. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan amal ibadah yang dikerjakan secara kontinyu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah amal yang paling kontinyu dikerjakan meskipun sedikit.” [12]
7. Semangat dan kesungguhan para sahabat dalam memahami dan mengamalkan petunjuk dan sunnah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, inilah yang menjadikan mereka lebih utama dalam agama dibandingkan generasi yang datang setelah mereka.

Keutamaan Sholat Sunnah:
http://an-naba.com/keutamaan-shalat-sunnah/

1.    Menyempurnakan shalat wajib dan menutupi kekurangannya.
Berdasarkan hadits marfu’ riwayat Tamim Ad-Daari -Radhiyallahu ‘anhu-:
“Amal yang kali pertama dihisab dari seorang hamba pada Hari Kiamat nanti adalah shalatnya. Bila shalatnya sempurna, maka akan dituliskan pahalanya dengan sempurna. Bila belum sempurna, maka Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman kepada para malaikat-Nya, ‘Lihatlah apakah kalian mendapatkan hamba-Ku itu mengerjakan shalat tathawwu’ sehingga dengannya kalian menyempurnakan shalat wajibnya?’ Demikian juga dengan zakatnya, kemudian baru amal perbuatan lain dihisab menurut ukuran tersebut.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)

2.    Mengangkat derajat seseorang dan menghapuskan kesalahannya.
Berdasarkan hadits Tsauban maula Rasulullah -Shalallahu ‘alaihi wa Sallam-, dari Nabi bahwa beliau bersabda:
“Hendaknya kalian banyak-banyak bersujud. Sesungguhnya apabila kalian bersujud kepada Allah sekali saja, akan Allah angkat satu derajat kalian dan akan Allah hapuskan satu kesa­lahan kalian.”(HR. Muslim)

3.    Memperbanyak shalat sunnah merupakan sebab terbesar masuknya seorang hamba ke dalam Surga, untuk menemani Rasulullah -Shalallahu ‘alaihi wa Sallam-.
Berdasarkan hadits Rabi’ah bin Ka’ab Al-Aslami -Radhiyallahu ‘anhu- bahwa ia bercerita, “Aku pernah menginap di rumah Rasulullah -Shalallahu ‘alaihi wa Sallam-. Aku membawakan air wudhu dan keperluan beliau. Beliau berkata, ‘Mintalah sesuatu.’ Aku menjawab, ‘Aku ingin menjadi orang yang menemanimu di Surga.’ ‘Atau ada permintaan lain?’ Tanya beliau. ‘Itu saja.’ Jawabku. Beliau -Shalallahu ‘alaihi wa Sallam- bersabda:
“Bantulah aku untuk memenuhi keinginanmu itu dengan memperbanyak sujud..” (HR. Muslim)

4.    Shalat sunnah adalah amalan sunnah lahiriyah yang paling utama setelah jihad dan ilmu, baik mempelajari maupun mengajarkannya.
Berdasarkan hadits Tsauban -Radhiyallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah -Shalallahu ‘alaihi wa Sallam- bersabda:
“Istiqamahlah kalian, dan kalian tidak akan pernah sempurna. Ketahuilah, sebaik-baik amalan kalian adalah shalat. Tidak ada yang selalu menjaga wudhu selain orang beriman.” (HR. Ibnu Majah dan Imam Ahmad)

5.    Shalat sunnah di rumah akan membawa keberkahan.
Berdasarkan hadits Jabir bin Abdillah -Radhiyallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah -Shalallahu ‘alaihi wa Sallam- bersabda:
“Apabila salah seorang di antaramu usai shalat di masjid, hendaknya ia menyisakan shalat untuk dikerjakan di rumahnya. Karena Allah menjadikan kebaikan di rumahnya dengan shalatnya tersebut.” (HR. Muslim)
Juga berdasarkan hadits marfu’ dari Zaid bin Tsabit -Radhiyallahu ‘anhu- yang berbunyi:
“Wahai manusia, shalatlah kalian di rumah kalian, karena seutama-utama shalat seseorang adalah di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam lafazh hadits Muslim:
“Hendaklah kalian mengerjakan shalat di rumah kalian, karena sebaik-baik shalat bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat wajib.” (HR. Muslim)
Juga berdasarkan hadits Ibnu Umar -Radhiyallahu ‘Anhuma- dari Rasulullah -Shalallahu ‘alaihi wa Sallam-, beliau bersabda:
“Jadikanlah sebagian dari shalat kalian untuk dilakukan di rumah kalian, dan jangan kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

6.    Shalat sunnah dapat membuahkan kecintaan Allah kepada seorang hamba.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah -Radhiyallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah -Shalallahu ‘alaihi wa Sallam- bersabda, Allah Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan peperangan kepadanya. Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan yang lebih Aku sukai daripada amalan yang telah Aku wajibkan atasnya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, hingga Aku mencintainya. Bila Aku telah mencintainya, Aku akan menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia memukul, dan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan. Bila ia meminta, pasti akan Aku berikan. Bila ia meminta perlindungan, pasti Aku beri perlindungan. Tidak pernah Aku merasa bimbang sebagaimana ketika Aku mencabut nyawa seorang mukmin yang tidak menyukai kematian, sementara Aku tidak ingin menyakitinya.” (HR. Al-Bukhari)
Secara tekstual hadits di atas, kecintaan Allah kepada seorang hamba akan muncul bila seorang hamba istiqamah mengerjakan kewajibannya dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada-Nya melalui ibadah-ibadah sunnah setelah melak­sanakan yang wajib, baik berupa shalat, puasa, zakat, haji atau ibadah lainnya.

7.    Meningkatkan rasa syukur seorang hamba kepada Allah -’Azza wa Jalla-.
Berdasarkan hadits Aisyah -Radhiyallahu ‘Anha- bahwa Nabi -Shalallahu ‘alaihi wa Sallam- biasa melakukan shalat malam hingga telapak kaki beliau bengkak. Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau lakukan itu, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang terdahulu maupun yang akan datang?” Beliau menjawab, “Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang banyak bersyukur?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Al-Mughirah bin Syu’bah -Radhiyallahu ‘anhu- juga meriwayatkan bahwa ia bercerita, Rasulullah biasa melakukan shalat malam hingga kedua telapak kakinya bengkak-bengkak. Ada orang bertanya, “Bukankah Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang terdahulu maupun yang akan datang?” Beliau menjawab, “Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang banyak bersyukur?”
(Dikutip dari buku Himpunan Dan Tata Cara Shalat Sunnah Sesuai Tuntunan Rasulullah -Shalallahu ‘alaihi wa Sallam- karya Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani. Diterbitkan olehPustaka At-Tibyan – Solo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar