Senin, 15 Agustus 2011

Catatan H16: Koran by Heart

Dini hari ini diawali dengan membaca artikel dari PPA Fahima, mengenai Tinjauan Syar`i terhadap puasa anak dan amalan utama yang perlu ditanamkan (ada di bagian bawah). Ternyata.. ibadah yang paling utama bagi anak di bulan Ramadan itu bukanlah puasa, melainkan belajar Al-Quran, karena Al-Quran inilah yang akan menjadi pedoman paling dasar.. 

Lalu akhirnya aku berhasil menemukan video "Koran by Heart", yang waktu aku mencoba buka minggu lalu tak nyambung linknya, moga-moga link ini masih bisa jalan. Kalau engga bisa, bisa coba masuk ke http://www.vimeo.com/ lalu search Koran by Heart, bener-bener tontonan wajib deh!!
ps. di youtube ada yang bilang sudah dihapus karena konflik hak cipta.

Dibuat oleh Greg Barker, warga US non-muslim yang telah mengunjungi lebih dari 50 negara di 6 benua, beliau mempunyai minat dan apresiasi tinggi mengenai budaya international, dan mempunyai misi untuk membuka jendela dunia, dalam perspertifnya sebagai warga US. Beliau menyoroti perjalanan kompetisi international para penghafal Quran di Mesir pada Ramadan 2010. Peserta berusia 7 hingga awal 20 tahun, dengan rata-rata usia remaja. 3 tokoh utama yang diambil di film ini berusia 10 tahun, (1) Saidov Nabiollah dari Tajikistan, (2) Rifdha Rasyid dari Maldives, dan (3) Djamil dari Senegal. Latar belakang keluarga, tantangan kehidupan beragama di negaranya, serta berbagi issue hangat seuptar islam dikemas di film ini. Bukan hanya dari pakar muslim, seorang pakar non-muslim di reciting quran, Kristina Nelson, juga memberikan komentarnya. Film ini terasa sekali nuansa islam, sekaligus nuansa netralnya, mengharukan, dan menggetarkan saat mendengar lantunan indah ayat-ayat Quran dari anak-anak.

Lomba ini juga pastinya sangat menantang anak-anak, dan mungkin tidak mengeluarkan potensi yang sebenarnya dari setiap anak. Waktu 3 hari bukan hanya siang, tetapi juga ada sesi malam, bisa dibayangkan anak yang kebagian di sesi malam, di tengah ngantuk dan grogi :) Tetapi Rifdha mampu melewatinya! Bukan hanya yang menang, tetapi juga yang "kalah" ditayangkan dengan indah di video ini. Walau kalah point yang disebabkan berbagai hal, tetapi semangat menghafal dan memahami ayat Quran selalu berkorbar.

A must watch documenter film, really.

Link terkait:



Tinjauan Syar`i terhadap Puasa Anak & Amalan Utama yang Perlu Ditanamkan 
- tim PPA Fahima -

Landasan Syar’i

Puasa bagi anak-anak pada dasarnya tidak wajib, meski demikian mengajari mereka sejak dini agar terbiasa berpuasa merupakan perbuatan sunnah Nabi saw dan para salaf shalih sepanjang mereka mampu menjalankannya. Rasulullah saw bersabda:”
Dari Rubayyi binti Muawidz berkata:” Di pagi Asyura’ Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke kampung-kampung Anshar :” Siapa yang pagi ini dalam keadaan puasa maka sempurnakanlah puasanya, dan barangsiapa yang pagi ini dalam keadaan tidak berpuasa, maka berpuasalah pada sisa hari ini. Dan kamipun melakukan puasa Asyura’. Sebagaimana kami menyuruh puasa anak-anak kecil kami, dan kami beserta putra-putra kami berangkat ke masjid dengan menjadikan mainan dari kapas buat mereka, jika ada salah seorang dari mereka menangis minta makanan, kami berikan mainan itu kepadanya sampai masuk waktu berbuka” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa melatih anak dalam berpuasa merupakan anjuran syara` yang tidak terbantah. Hadits tersebut di atas dalam konteks puasa sunnah yaitu puasa Asyura`, bagaimana dengan puasa wajib seperti Ramadhan? Tentu Ramadhan memiliki tempat tersendiri bagi Rasulullah saw dan salaf saleh. Bila dalam puasa sunnah Rasulullah saw membenarkan adanya latihan puasa bagi anak-anak maka dalam puasa wajib tentu lebih prioritas. Itulah yang disebut dengan qiyas aulawi ( analogi prioritas).
Imam al-Bukhari memandang bahwa belajar puasa bagi anak yang belum baligh sudah mentradisi di kalangan penduduk Madinah dan ini merupakan dalil syara` tersendiri. Karenanya dengan sengaja beliau meletakkan judul pada pasal puasa “ bab puasa bagi anak-anak” . Dalam khazanah fiqih Islam kita dapatkan bahwa mayoritas ulama memandang pentingnya pemberlakuan puasa bagi anak yang belum baligh meski tidak berstatus wajib, bahkan sebagian mereka seperti Ibnu Sirin, az-Zuhri, as-Syafii memandang sunnah dalam pembelajaran tersebut dengan catatan hal tersebut mampu dilakukannya secara normal, bahkan Ibnu Majisyun al-Maliki memandang agak berbeda dari para ulama Maliki yang lain, bahwa anak yang telah mampu berpuasa maka puasa baginya adalah keharusan dan jika meninggalkannya tanpa udzur maka harus membayarnya ( qadha). 

Sikap Para Salaf Shalih Tentang Puasa Bagi Anak-Anak Mereka

Perhatian khusus para salaf dalam masalah pembelajaran puasa bagi anak-anak tercermin pada keseharian mereka bersama keluarga anak dan istri dalam menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Abu Dawud at-Tayalisi mengutip bahwa Abdullah bin Umar setiap kali akan berbuka selalu mengumpulkan istri dan anak-anaknya untuk berdoa bersama. 

Bahkan untuk memberi pendidikan yang menyeluruh dalam aspek ibadah kepada anak para salaf juga mengajak anak-anak mereka untuk mengikuti i`tikaf sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Dalam pandangan ulama sebagaimana di kutip dari al-Kasani bahwa i`tikaf atau puasa sunnah anak-anak yang belum akil baligh dianggap sah karena ibadah tersebut tidak mensyaratkan batasan baligh dalam menjalankannya.

Usia Anak Untuk Memulai Berpuasa
Jika dilihat dari pengertian bahasa bahwa kalimat “ shibyan”-yang digunakan untuk mengungkapkan fase anak memulai puasa- berasal dari kata shabiyyu bentuk jamaknya shibyan yang berarti yang masih kecil sebelum akil baligh terkadang digunakan untuk menyatakan anak yang belum disapih, namun Majma’ lughah lebih memilih makna as-shabiyyu adalah (an-Nasyi’ alladhi yudarrab alal mihnah wal ihtidza’) anak yang sudah mulai siap dilatih dengan pekerjaan dan tugas. Definisi ini memberikan pengertian kesiapan menerima tugas dan kesiapan dilatih untuk sebuah pekerjaan.
Para ulama dalam memandang usia anak layak puasa bervariasi. Ada yang berpendapat bahwa mulai tujuh dan sepuluh tahun hal itu dianalogikan dengan shalat, Imam Ishaq bin Rahuyah memandang usia anak layak puasa sejak usia dua belas tahun. Berbeda dengan Imam Ahmad yang memandang usia layak dilatih puasa bagi anak sejak sepuluh tahun.
Dari aspek bahasa, penggunaan kalimat as-shibyan selalu dipakai untuk menyatakan anak yang masih kecil belum akil baligh atau anak yang sudah mulai akil baligh dan sudah siap menerima tugas-tugas kehidupan. Hal itu sesuai pengertian yang dikemukakan oleh majma’ lughah. Isyarat lain yang dikemukakan para ulama yang memberikan kontribusi pendapat dalam aspek ini pada bab-bab fiqih selalu mengaitkan dengan qoblal bulugh (akil baligh). Dengan demikian batasan usia anak layak berpuasa tidak dapat ditentukan dengan nominal angka usia melainkan fase perkembangan usia anak. Dan bila kita mengacu pendapat majma’ lughah yang memberikan dua ciri sebagaimana di atas dan kita kembalikan kepada paradigma pendidikan yang berlaku maka ciri-ciri tersebut sudah ada pada anak usia SD, dengan demikian usia layak puasa bagi anak adalah tingkatan sekolah dasar yang dimulai dari usia enam tahun ke atas.

 Memprioritaskan Program Baca Dan Tahfidz Al-Quran Bagi Anak Dalam Bulan Ramadhan

Kegiatan baca dan tahfidz Al-Quran bagi anak sangat dianjurkan dalam bulan Ramadhan, tentu disamping kegiatan-kegiatan yang lain. Kenapa Al-Quran yang menjadi prioritas utama bagi anak-anak kita bukan yang lain?.
1. Pelajaran pertama
Sebelum pikiran dan hati anak-anak kita diwarnai oleh berbagai pemikiran dan bentuk kemaksiatan maka seharusnya hati mereka dipenuhi oleh Al-Quran terlebih dahulu agar tidak tersisa dalam hati mereka ruang untuk warna dan berbagai hal lain yang dapat mengotori hati mereka. Karena Al-Quran adalah kalamullah yang merupakan sumber agama Islam dan pedoman hidup kaum muslimin.
Imam Suyuthi berkata:” Mengajarkan Al-Quran kepada anak merupakan pekerjaan yang fundamental dalam Islam sehingga mereka dapat tumbuh dalam kefithrahan, dapat menyerap hikmah sebelum hawa nafsu mendominasinya dengan berbagai bentuk kemaksiatan dan kesesatan”
Hal yang sama dikatakan Ibnu Sina:” Ketika sang anak telah mulai siap menerima instruksi dan memahami apa yang mereka dengar saat itulah mulai belajar al-Quran”
2. Syiar agama
Mengajarkan Al-Quran kepada anak dipandang sebagai syiar agama Islam yang harus dilestarikan. Ibnu Khaldun berkata:” orang tua yang mengajarkan Al-Quran kepada anak-anaknya merupakan syiar agama yang dipelihara oleh ahli agama, mereka berkeliling ke berbagai wilayah karenanya, karena Al-Quran mampu memikat hati sehingga dapat mengokohkan keimanan dan aqidah, sehingga pengajaran Al-Quran menjadi inti bagi seluruh pelajaran lain”.
3. Bulan Ramadhan bulan Al-Quran.
Salah satu nama bulan Ramadhan adalah bulan Al-Quran karena di dalamnya Al-Quran diturunkan dan membacanya dilipatkan pahala. Sebagai bulan yang penuh berkah tentu terlalu mahal kalau ia harus berlalu begitu saja, karena itu memprioritaskan amalan berkenaan dengan Al-Quran menjadi sangat beralasan. 

Sumber : http://alhikmah.ac.id/2011/pedoman-orang-tua-tentang-puasa-bagi-anak-anak/

2 komentar:

  1. rahmaaa... thx for sharing.... iva lg kepikiran cari kegiatan anak2 utk mengoptimalkan bln ramadan, krn ShaNa belum iva ajarin shaum. Tarawih juga belum bs (paling ikut slt isya doang, hehe). Berarti qt optimalkan baca quran (iqro) dan hafalan surat2 pendek aja kali yaa. Thx for sharing ma....

    BalasHapus
  2. iyaa ^.^ kata artikelnya begitu ^^. rahma juga mau lebih ngoptimalin itu hehe *tp teuteup mengkondisikan anak2 bagian yg paling menantang hehehe

    BalasHapus